Kamis, 13 Desember 2018

Makalah Landasan Pendidikan Tentang Sejarah Pendidikan Indonesia Sebelum Kemerdekaan dan Masa Kemerdekaan


SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA SEBELUM KEMERDEKAAN DAN MASA KEMERDEKAAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Landasan Pendidikan

Dosen Pengampu: M. Syahrul Rizal, M.Pd &

Sumianto, M.Pd






Disusun Oleh:

1. Handika




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI

BANGKINANG

2017



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bangkinang, oktober 2017



Penyusun



DAFTAR ISI


Halaman Judul…………………………………………………………………….

Kata Pengantar…………………………………………………………………….

Daftar Isi…………………………………………………………………………..



BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………..

B. Rumusan Masalah………………………………………………………………

C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………….....

D. Manfaat Penulisan……………………………………………………………...



BAB II PEMBAHASAN

A. Sebelum Kemerdekaan…………………………………………………………

B. Masa kemerdekaan……………………………………………………………..



BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………….

B. Saran…………………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi pendidikan tidak jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Visi pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki sasaran jelas, dan tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam subsistem pendidikan merupakan suatu hal yang sangat wajar, karena kepedulian untuk menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sudah seyogyanya sistem pendidikan tidak boleh jalan di tempat, namun setiap perubahan juga harus disertai dan dilandasi visi yang mantap dalam menjawab tantangan zaman.

Di Indonesia, berubahnya subsistem pendidikan (kurikulum, UU) biasanya tidak ditanggapi dengan antusiasme, namun malah sebaliknya membuat masyarakat ragu apakah penguasa di Indonesia memiliki visi pendidikan yang jelas atau tidak. Visi pendidikan diharapkan mampu menentukan tujuan pendidikan yang jelas. Karena, tujuan pendidikan yang jelas pada gilirannya akan mengarahkan ke pencapaian kompetensi yang dibutuhkan serta metode pembelajaran yang efektif. Dan pada akhirnya, kelak pendidikan mampu menjawab tuntutan untuk menyejahterakan masyarakat dan kemajuan bangsa. Setidaknya ada empat tujuan yang menjadi idealisme pendidikan, antara lain sebagai berikut:

1. Perolehan pengetahuan dan keterampilan (kompetensi) atau kemampuan menjawab permintaan pasar.

2. Orientasi humanistik

3. Menjawab tantangan-tantangan sosial, ekonomi, serta masalah keadilan.

4. Kemajuan ilmu itu sendiri.

Dari keempat tujuan pendidikan di atas, setidaknya poin nomor 2 yang berorientasi pada tujuan memanusiakan manusia atau humanistis, menjadi poin yang penting dalam proses pendidikan, dan sudah sepatutnya bahwa pendidikan harus menjunjung hak-hak peserta didik dalam memperoleh informasi pengetahuan.



B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pendidikan di Indonesia sebelum masa kemerdekaan?

2. Bagaimanakah pendidikan di Indonesia setelah masa kemerdekaan?



C. Tujuan

1. Mengetahui bagaimana pendidikan di Indonesia sebelum masa kemerdekaan.

2. Mengetahui bagaimana pendidikan di Indonesia setelah masa kemerdekaan


BAB II

PEMBAHASAN 
 

A. Sebelum Kemerdekaan

1. Pendidikan Hindu-Budha.

Pendidikan pada zaman keemasan Hindu-Budha yang berlangsung antara abad ke-14 hingga abad ke-16 masehi. Pada periode awal berkembangnya agama Hindu-Budha di nusantara, sistem pendidikan sepenuhnya bermuatan keagamaan yang dilaksanakan di biara-biara atau pedepokan. Pada perkembangan selanjutnya, muatan pendidikan bukan hanya berupa ajaran keagamaan, melainkan ilmu pengetahuan yang meliputi sastra, bahasa, filsafat, ilmu pengetahuan, tata negara, dan hukum. Kerajaan-kerajaan hindu di tanah jawa banyak melahirkan empu dan pujangga besar yang melahirkan karya-karya seni yang bermutu tinggi. Pada masa, itu pendidikan mulai tingkat dasar hingga tingkat tinggi dikendalikan oleh para pemuka agama. Pendidikan bercorak Hindu-Budha semakin pudar dengan jatuhnya kerajaan Majapahit pada awal abad ke 16, dan pendidikan dengan corak Islam dalam kerajaan-kerajaan Islam datang menggantikannya.

2. Pendidikan Islam

Pendidikan berlandaskan ajarna Islam dimulai sejak datangnya para saudagar asal Gujarat India ke Nusantara pada abad ke-13. Kehadiran mereka mula-mula terjalin melalui kontak teratur dengan para pedagang asal Sumatra dan Jawa. Ajaran islam mula-mula berkembang di kawasan pesisir, sementara di pedalaman agama Hindu masih kuat. Didapati pendidikan agama Islam di masa prakolonial dalam bentuk pendidikan di surau atau langgar, pendidikan di pesantren, dan pendidikan di madrasah.



3. Pendidikan Katolik dan Kristen-Protestan

Pendidikan Katolik berkembang mulai abad ke-16 melalui orang-orang Portugis yang menguasai malaka. Dalam usahanya mencari rempah-rempah untuk dijual di Eropa, mereka menyusuri pulau-pulau Ternate, Tidore, Ambon, dan Bacan. Dalam pelayarannya itu, mereka selau disertai misionaris Katolik-Roma yang berperan ganda sebagai penasihat spiritual dalam perjalanan yang jauh dan penyebar agama di tanah yang didatanginya. Kemudian Belanda menyebarkan agama Kristen-Protestan dan mengembangkan sistem pendidikannya sendiri yang bercorak Kristen-Protestan.

4. Pendidikan pada zaman colonial belanda ( VOC )

bangsa Portugis sebelumnya, kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia pada abad ke -16 mula-mula untuk tujuan dagang dengan mencari rempah-rempah dengan mendirikan VOC. Misi dagang tersebut kemusian diikkuti oleh misi penyebaran agama terutama dilakukan dengan mendirikan sekolah-sekolah yang dilengkapi asrama untuk para siswa. Di sana diajarkan agama Kristen-Protestan dengan bahasa pengantar bahasa Belanda, dan sebagian menggunakan bahasa Melayu. Pada awal abad ke-16, VOC mendirikan sekolah di pulau-pulau Ambon, Banda, Lontar, dan Sangihe-Talaud. Pada periode berikutnya, didirikan pula sekolah-sekolah dengan jenis dan tujuan yang lebih beragam. Pendirian sekolah-sekolah tersebut terutama diarahkan untuk kepentingan mendukung misi VOC di Nusantara.

5. Pendidikan pada masa pendudukan Jepang

Meskipun singkat, berlangsung pada tahun 1942-1945, masa pendudukan Jepang memberikan corak yang berarti pada pendidikan di Indonesia. Tidak lama setelah berkuasa, Jepang segera menghapus sistem pendidikan warisan Belanda yang didasarkan atas penggolongan menurut bangsa dan status sosialnya. Tingkat sekolah terendah adalah Sekolah Rakyat(SR) , yang terbuka untuk semua golongnan masyarakat tanpa membedakan status sosial dan asal-usulnya. Kelanjutannya adalah Sekolah Menengah Pertama(SMP) selama tiga tahun, kemudian Sekolah Menengah Tinggi(SMT) selama tiga tahun. Sekolah kejuruan juga dikembangkan, yaitu Sekolah Pertukangan, Sekolah Menengah Teknik Menengah, Sekolah Pelayaran, dan Sekolah Pelayaran Tinggi. Sekolah Hukum dan MOSVIA yang didirikan oleh Belanda dihapuskan. Di tingkat pendidikan tinggi, pemerintah pendudukan Jepang didirikan Sekolah Tinggi Kedokteran (Ika Dai Gakko)di Jakarta dan Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.

Perubahan lain yang sangat berarti bagi Indonesia di kemudian hari ialah bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar pertama di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintahan, dan bahasa pengantar kedua adalah bahasa Jepang. Sejak saat itu, bahasa Indonesia berkembang pesat sebagai bahasa pengantar dan bahasa komunikasi ilmiah. Tujuan pendidikan pada zaman Jepang diarahkan untuk mendukung pendudukan Jepang dengan menyediakan tenaga kerja kasar secara cuma-Cuma yang dikenal dengan romusha.

6. Muhammadiyah

Muhammadiyah lahir dibawah pengaruh kebangkitan nasionalisme Bangsa Mula-mula misi utama Muhammadiyah adalah untuk menyebarkan agama, kemudian membuka dan menyelenggarakan pendidikan, baik sebagai sarana untuk anak mencerdaskan bangsa yang dibodohi oleh pemerintah Belanda maupun sebagai sarana menyebarkan syiar Islam.

Muhammadiyah didirikan di kampong Kauman, Yogyakarta, pada tahun 18 November 1912. Sekolah Muhammadiyah pertama didirikan pada tahun 1911. Dalam perkembangannya kemudian, sekolah ini menjadi Volksschool (Sekolah Rakyat) 3 tahun. Muhammadiyah juga kemudian mendirikan sekolah rakyat 3 tahun yang diberi nama Sekolah Kesultanan(Sultanaatschool), menyusul kemudian HIS Muhammadiyah, sekolah menengah yang dimulai dengan sebuah MULO yang diberi subsidi oleh pemerintah Belanda, juga sebuah Algemene Middelbare School (AMS) yang mendapat bantuan dari para intelektual Indonesia yang beraliran nasional dan Holland Inlandse Kweekschool. Kurikulum sekolah-sekolah Muhammadiyah di masa itu menyeimbangkan muatan pelajaran agama dan umum dengan porsi masing-masing sekitar 50%.

Dalam alam kemerdekaan, usaha-usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan ini semakin meluas dan meningkat, mulai tingkat taman kanak-kanak hingga tingkat perguruan tinggi. Cabang-cabang Muhammadiyah tumbuh diman-mana di seluruh Indonesia. Selain dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial.

7. INS Kayutanam

Sekolah ini didirikan sebagai tanggapan terhadap pendidikan Belanda yang berlangsung saat itu oleh Muhammad Syafi’ei dinilai intelektualistik dengan mementingkan kecerdasan dan kurang memperhatikan bakat-bakat anak. Melalui INS yang didirikannya ia berusaha agar para siswa tidak menjadi cendekiawan setengah matang yang angkuh tetapi menjadi pekerja cekatan yang rendah hati. Di INS, para siswa dididik untuk bekerja teratur dan produktif agar dapat hidup mandiri. Para siswa mendapat pelajaran dalam berbagai bidang Di INS sebagai wahana untuk membuat anak-anak sehat dan kuat

Falsafah yang mendasari gagasannya adalah “Tuhan tidak sia-sia menjadikan manusia dan alam lainnya. Masing –masing mesti berguna dan kalau tidak berguna itu disebabkan kita tidak pandai menggunakannya” (dikutip dari Republik Indonesia Propinsi Sumatera Tengah, penerbitan Kementerian Penerangan, hlm.778). INS kayutaman mengembangkan sistem persekolahannya dengan didasarkan atas “aktivitas” dan bertujuan untuk “melahirkan dan memupuk semangat bekerja dan percaya kepada diri sendiri”.

Disamping dikembangkan atas dasar-dasar prinsip pedagogis, INS juga memupuk semangat nasionalisme di kalangan para siswanya. Hal ini tampak dari tujuan pendidikannya, yaitu agar siswa dapat berdiri sendiri dan tidak perlu mencari jabatan di kantor pemerintahan yang pada ssat itu dikuasai oleh Pemerintah Kolonial Belanda.

Prinsip tidak menggantungkan diri kepada orang lain juga dianut oleh Muhammad Syafi’ei sendiri yang menolak tawaran Pemerintah Belanda untuk menerima bantuan. Pengembangan lembaga pendidikannya diusahakan atas dasar prinsip “self-help” (mandiri) dengan mengumpulkan uang melalui pertunjukan, pameran hasil karya murid-murid, dan penjualan hasil kerja mereka. Hanya pemberian yang tidak mengikat secara moral yang diterimanya.

Meskipun praktik dan gagasan pendidikannya bagus, sistem persekolahan yang dikembangkan INS Kayutanam tidak berkembang diluar daerahnya. Para lulusan yang dihasilkannya juga tidak cukup mendapat bekal untuk mendapatkan tempat dimaysarakat sehingga dapat dikatakan keuntungan pendidikan hanya dirasakan oleh perorangan siswa.

INS Kayutanam bertahan hingga masa pendudukan Jepang, dan pada masa perang kemerdekaan (tahun 1949) INS Kayutanam ditutup. MuhammadSyafei sendiri setelah tidak menangani INS, ditunjuk sebagai Kepala Sekolah Guru Bantu (SGB). Ia tutup usia pada tahun 1966.


B. Masa kemerdekaan

1. Orde lama ( 1945-1968 )

Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca kemerdekaan di bawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan. Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Pada prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan dasar bahwa pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa memandang kelas sosial. Pada masa ini Indonesia mampu mengekspor guru ke negara tetangga, dan banyak generasi muda yang disekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat. Tidak ada halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk belajar di sekolah, karena diskriminasi dianggap sebagai tindakan kolonialisme. Pada saat inilah merupakan suatu era di mana setiap orang merasa bahwa dirinya sejajar dengan yang lain, serta setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan.

tahun 1945-1968 Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda “leer plan” artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan, asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rencana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.

Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisasi dengan masyarakat. Proses pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-hari. Aspek afektif dan psikomotorik lebih ditekankan dengan pengadaan pelajaran kesenian dan pendidikan jasmani. Oleh karena itu, yang lebih penting adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bela negara.

2. Pendidikan Pada Masa Orde Baru

Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.

Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.

Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini hanya menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.

Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. kurikulum ini siswa diposisikan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu.

Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi kepada siswa mulai terjadi dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.

3. pendidikan pada era reformasi

Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara.

“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara, serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.

Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia melalui UU No 22 tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.

Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989., dan sejak saat itu pendidikan dipahami sebagai:

“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

pendidikan di masa reformasi juga belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Karena, pemerintah belum memberikan kebebasan sepenuhnya untuk mendesain pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan lokal, misalnya penentuan kelulusan siswa masih diatur dan ditentukan oleh pemerintah. Walaupun telah ada aturan yang mengatur posisi siswa sebagai subjek yang setara dengan guru, namun dalam pengaplikasiannya, guru masih menjadi pihak yang dominan dan mendominasi siswanya, sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan proses pendidikan Indonesia masih jauh dari dikatakan untuk memperjuangkan hak-hak siswa.



BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan di Indonesia pada zaman sebelum kemerdekaan digolongkan dalam tiga periode, yaitu pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan, pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajah dan pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan.Setelah kemerdekaan, telah muncul system kurikulum, system persekolahan, dan juga sudah banyak penduduk Indonesia yang mengenyam bangku sekolah.Hal ini disebabkan oleh adanya pendidikan yang telah ada pada zaman-zaman dahulu. Yang memberikan dasar-dasar tentang pendidikan, selain itu tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam dunia pendidikan.

Dengan mengetahui sistem-sistem pendidikan sebelum kemerdekaan kita dapat membedakan sistem pendidikan pada zaman hindu-budha, zaman kerajaan islam, masa kolonial, masa pergerakan dan masa pendudukan jepang. Kita dapat menjadikan sejarah pendidikan di Indonesia sebagai suatu bahan pembelajaran untuk masa depan yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu juga sebagai pengalaman yang paling berbekas untuk membentuk kepribadian setiap individu penuntut ilmu,agar lebih giat belajar mengenai kesalahan-kesalahan bangsa terdahulu. Sehingga bangsa kita dapat lebih unggul dari bangsa-bangsa lainnya melalui pendidikan. Karena pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kemajuan satu bangsa.

B. Saran

Diharapkan agar semua elemen masyarakat indonesia dapat mengetahui lebih dalam tentang pendidikan terutama sejarah pendidikan di indonesia. Dengan demikian kita dapat merasakan perjuangan yang dulu telah di perjuangkan dan kita bisa meningkatkan mutu dari pendidikan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA


Rochmatulummah. [Online]. Sejarah Pendidikan di Indonesia. Tersedia dalam:

http://rochmatulummah1806.blogspot.com/2013/04/makalah-sejarah-pendidikan-di-indonesia.html

Sandika, Reksi. [Online]. Sejarah Pendidikan di Indonesia. Tersedia dalam:

http://reksisandika.blogspot.co.id/2013/03/sejarah-pendidikan-di-indonesia-sebelum.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar