Kamis, 13 Desember 2018

Makalah Landasan Pendidikan Tentang Pragmatisme dan Rekonstruktionisme Dalam Landasan Pendidikan


MAKALAH PRAGMATISME DAN REKONSTRUKTIONISME DALAM
LANDASAN PENDIDIKAN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Landasan Pendidikan


Dosen Pengampu: M. Syahrul Rizal, M.Pd &

Sumianto, M.Pd



Disusun Oleh:

1. Handika




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI

BANGKINANG

2017



BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Sedangkan Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris rekonstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Pancasila dalam pendekatan filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam dan berangkat dari sila-sila tersebut kita cari intinya, hakekat dari inti dan selanjutnya pokok-pokok yang terkandung di dalamnya.

B.Rumusam Masalah

1.Apa pengertian pragmatisme dan rekonstruktionisme?

2.Siapa saja tokoh filsafat pragmatisme?

3.Apa saja teori pendidikan dalam Rekonstruktionisme?

4.Bagaimana implikasi pragmatisme dan rekonstruktinisme dalam pendidikan?

5.Apa saja konsep, tujuan serta fungsi pendidikan Pancasila

C.Manfaat Penulisan



1.Untuk mengetahui pengertian pragmatisme dan rekonstruktionisme

2.Untuk mengetahui tokoh filsafat pragmatisme serta teori rekonstruktionisme

3.Untuk mengetahui apa saja impikasi pragmatisme dan rekonstruktionisme dala pendidikan

4.Untuk mengetahui apa saja konsep, tujuan serta fungsi Pancasila



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pragmatisme

1. Pengertian Pragmatisme

Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it works).

Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.

Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.

Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu, (1) menolak segala intelektualisme, dan (2) absolutisme, serta (3) meremehkan logika formal.


2. Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme

a. Charles Sandre Peirce ( 1839 M )

Dalam konsepnya ia menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan berpengaruh bila memang memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan yang lain ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran, melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah (Ismaun, 2004:96). Dari kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa, pragmatisme tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk berfilsafat serta mencari kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.

b.William James (1842-1910 M)

William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif untuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.

Karya-karyanya antara lain, The Principles of Psychology (1890), The Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907). Di dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.

Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.

James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekkannya dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey (1859-1952 M)

3. Implikasi Terhadap Pendidikan

a. Tujuan Pendidikan

Filsuf paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan pengalaman-pengalaman yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik.

Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi:

-Kesehatan yang baik

-Keterampilan-keterampilan dan kejujuran dalam bekerja

-Minat dan hobi untuk kehidupan yag menyenangkan

-Persiapan untuk menjadi orang tua

-Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial

Tambahan tujuan khusus pendidikan di atas yaitu untuk pemahaman tentang pentingnya demokrasi. Menurut pragmatisme pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan peribadi dan kehidupan sosial.

b.Kurikulum

Menurut para filsuf paragmatisme, tradisi demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri sendiri (a self-correcting trdition).

Pendidikan berfokus pada kehidupan yang aik pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikilum pendidikan pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut akan berubah.

c.Metode Pendidikan

Ajaran pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.

d.Peranan Guru dan Siswa

Dalam pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya.

Untuk membantu siswa guru harus berperan:

a.Menyediakan berbagai pengalaman yang akan memuculkan motivasi. Film-film, catatan-catatan, dan tamu ahli merupakan contoh-contoh aktivitas yang dirancang untuk memunculkan minat siswa.

b.Membimbing siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik.

c.Membimbing merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam kelas guna memecahkan suatu masalah.

d.Membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah.

e.Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari, bagaimana mereka mempelajarinya, dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap siswa.

Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan pragmatisme bahwa “Siswa merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh, sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa”.


B.Rekonstruktionisme

1.Pengertian Rekonstruktionisme

Rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.

Aliran ini dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930. Mereka bermaksud membangun masyarakat baru, masyarakat yang dipandang pantas dan adil.Ide gagasan mereka secara meluas dipengaruhi oleh pemikiran progresif Dewey, dan ini menjelaskan mengapa aliran rekonstruksionisme memiliki landasan filsafat pragmatisme. Meskipun mereka juga banyak terinspirasi oleh pemikiran Theodore Brameld, khususnya dengan beberapa karya filsafat pendidikannya, mulai dari Pattern of Educational Philosophy (1950), Toward a reconstructed Philosophy of Education (1956), dan Education as Power (1965).

Pada dasarnya aliran rekonstruksionisme sepaham dengan aliran perenialisme bahwa ada kebutuhan mendesak untuk kejelasan dan kepastian bagi kebudayaan zaman modern sekarang (hendak menyatakan krisis kebudayaan modern), yang sekarang mengalami ketakutan, kebimbangan dan kebingungan. Tetapi aliran rekonstruksionisme tidak sependapat dengan cara dan jalan pemencahan yang ditempuh filsafat perenialisme. Aliran perenialisem memilih jalan kembali ke alam kebudayaan abad pertengahan.

Sementara itu alliran rekonstruksionisme berusaha membina suatu konsensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berusaha mencari kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidup manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya, maka melalui lembaga dan proses pendidikan. Rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru

Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Oleh karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusa

Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa aliran rekonstruksionisme bercita-cita untuk mewujudkan suatu dunia dimana kedaulatan nasional berada dalam pengayoman atau subordinate dari kedaulatan dan otoritas internasional


2.Teori Pendidikan Rekonstruksionisme

Teori pendidikan rekonstruksionisme yang dikemukakan oleh Brameld terdiri atas 5 tesis, yaitu :

a.Pendidikan harus dilaksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern. Sekarang peradaban menghadapi kemungkinan penghancuran diri. Pendidikan harus mensponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia. Oleh karena itu, kekuatan teknologi yang sangat hebat harus dimanfaatkan untuk membangun umat manusia, bukan untuk menghancurkannya.



Masyarakat harus diubah bukan melalui tindakan politik, melainkan dengan cara yang sangat mendasar, yaitu melalui pendidikan bagi para warganya, menuju suatu pandangan baru tentang hidup dan kehidupan mereka bersama.

b.Masyarakat banyak harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh muridnya sendiri. Semua yang mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat, seperti sandang, papan, pangan, kesehatan, industri, dan sebagainya, semuanya akan menjadi tanggung jawab rakyat, melalui wakil-wakil yang dipilih. Masyarakat ideal adalah masyarakat demokratis, dan harus direalisasikan secara demokrasi. Struktur, tujuan dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan tata aturan baru harus diakui merupakan bagian dari pendapat masyarakat.

c.Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial. Menurut Brameld, kaum progresif terlalu sangat menekankan bahwa kita semua dikondisikan secara sosial. Perhatian kaum progresif hanya untuk mencari cara dimana individu dapat merealisasikan dirinya dalam masyarakat, dan mengabaikan derajat dimana masyarakat telah menjadikan jati dirinya. Menurut rekonstruksionisme, hidup beradab adalah hidup berkelompok, sehingga kelompok akan memainkan peran yang penting di sekolah. Pendidikan merupakan realisasi dari sosial (social self realization). Melalui pendidikan, individu tidak hanya mengembangkan aspek-aspek sifat sosialnya melainkan juga belajar bagaimana keterlibatan dalam perencanaan sosial.

d.Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis. Guru harus melaksanakan pengujian secara terbuka terhadap fakta-fakta, walaupun bertentangan dengan pandangan-pandangannya. Guru menghadirkan beberapa pemecahan alternatif dengan jelas, dan ia memperkenankan siswa-siswanya untuk mempertahankan pandangan-pandangan mereka sendiri.

e.Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial. Yang penting dari sains sosial adalah mendorong kita untuk menemukan nilai-nilai, dimana manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal


3.Implikasi Rekonstruksionisme dalam Pendidikan

Power (1982) menggunakan istilah neoprogresivisme untuk aliran rekonstruksionisme, dan mengemukakan implikasi pendidikannya sebagai berikut :

a.Tema

Pendidikan merupakan usaha sosial. Misi sekolah adalah untuk meningkatkan rekonstruksi sosial.

b.Tujuan Pendidikan

Pendidikan bertanggung jawab dalam menciptakan aturan sosial yang ideal. Transmisi budaya adalah esensial dalam masyarakat yang majemuk. Transmisi budaya juga harus mengenal fakta budaya yang majemuk tersebut.

c.Kurikulum

Kurikulum sekolah tidak boleh didominasi oleh budaya mayoritas maupun oleh budaya yang ditentukan atau disukai. Semua budaya dan nilai-nilai yang berhubungan berhak untuk mendapatkan tempat dalam kurikulum.

d.Kedudukan siswa

Nilai-nilai budaya siswa yang dibawa ke sekolah merupakan hal yang berharga. Keluhuran pribadi dan tanggung jawab sosial ditingkatkan, mana kala rasa hormat diterima semua latar belakang budaya.

e.Metode

Sebagai kelanjutan dari pendidikan progresif, metode aktivitas dibenarkan (learning by doing).

f.Peranan Guru

Guru harus menunjukkan rasa hormat yang sejati atau ikhlas terhadap semua budaya baik dalam memberi pelajaran maupun dalam hal lainnya. Pelajaran sekolah harus mewakili budaya masyarakat.



C.Filsafat Pendidikan Pancasila


Filsafat pendidikan pancasila merupakan tuntunan nasional, karena cita dan karsa bangsa atau tujuan nasional dan harkat luhur rakyat tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan jiwa pancasila, cita dan karsa ini diusahakan secara melembaga didalam pendidikan nasional sebagai sistem bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, pandangan hidup atau filosofi tertentu. Maka melalui sistem pendidikan pancasila akan terjalin cita dan karsa nasional dalam membina watak dan kepribadian dan martabat pancasila dalam subjek pribadi manusia Indonesia seutuhnya.

Alasan Filsafat Pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional karena Filsafat pendidikan Pancasila merupakan sub sistem dari sistem negara pancasila dalam pembukaan UUD 1945 “cita dan karsa bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia” merupakan perwujudan nilai dan jiwa pancasila dapat melestarikan kebudayaan, martabat dan kepribadian bangsa dan negara dapat dikatakan bahwa Filsafat Pendidikan Pancasila merupakan aspek Rohaniah atau spiritual Sisdiknas (Jalaludin&Abdullah Idi,2011:170) tercermin dalam tujuan pendidikan nasional yang termuat dalam UU No. 20 Tahun 2003.

1.Konsep Dasar Filsafat Pancasila

1.Ontologi (Realita)

Dasar ontologis pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis yaitu hakikat yang memiliki unsure-unsur pokok yang terdiri dari jiwa (rohani) dan raga (jasmani). Oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila-sila pancasila adalah manusia.hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan yang Maha Esa,yang berkemanusian yang adi dan beradab, yang persatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyarawatn/perwakilan serta berkeadilan social pada hakikatnya adalah manusia (Notonagoro,1975:23 ). Adapun pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat pancasila bahwa hakikat dasar antropologis sila-sila pancasila adalah manusia.

2.Epistemologi (Pengetahuan)

Dasar epistemologis pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat pancasila (soeryanto, 1991: 50). Dalam epistemologi terdapat tiga persoalan yang mendasar, yaitu pertama, tentang sumber pengetahuan manusia, kedua, tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga, tentang watak pengetahuan manusia (Titus. 1984: 20).

Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada ahkikatnya meliputi masalah suber pengetahuan pancasila dan susunan pengetahuan pancasila. Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, sebagai suatu sistem pengetahuan maka pancasila memeliki susunan yang bersifat sila-sila pancasila maupun isi arti sila-sila pancasila.

3.Aksiologi (Nilai)

Sila-sila sebagi suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai. Hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak pandangan tentang nilai terutama dalam menggolong-golongkan nilai dan penggolongan tersebut amat beraneka ragam

2. Tujuan Pendidikan Pancasila

a.Secara umum, tujuan pendidikan pancasila ialah untuk :

Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa ta nggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

b.Secara Khusus bertujuan untuk :

Dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional dan juga termuat dalam SK Dirjen Dikti.No.38/DIKTUKep/2003, dijelaskan bahwa tujuan pendidikan pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari,yaitu prilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas golongan agama, kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan,prilaku yang bersifat kemanusian yang adil dan beradab, prilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, diarahkan pada prilaku yang mendukung upaya terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Fungsi Pendidikan Pancasila

Pendidikan Pancasila mengembang fungsi harapan sebagai berikut:

a. Sebagai program pendidikan nilai,moral,dan norma yang harus membina totalitas dari peerta didik,yakni : pola pikir, sikap, dan kepribadian serta prilaku yang berasaskan nilai, moral, dan norma pancasila-UUD 1945.Peserta didik dan keluaran sekolah benar-benar mampu melaksanakan Pancasila dengan penuh keyakinan dan nalar.

b. Sebagai program pendidikan politik, dengan tugas peran membina peserta didik menjadi warga Negara Indonesia yang melek politik, ialah warga Negara yang :

1.Sadar akan hukum dan UUD 1945 negara RI

Dalam arti memahami dengan baik tata keharusan bermasyarakat dan bernegara serta hak kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai warga Negara RI



2.Sadar Akan Pembangunan

Dalam arti memahami dengan baik apa yang sudah, sedang, dan akan dilaksanakan masyarakat dan pemerintahan RI dalam mewujudkan cita-cita bangsa Negara serta mengerti akan tugas tanggung jawabnya dalam pembangunan.

3.Sadar akan masalah yang sedang dan akan dihadapi dirinya, masyarakat dan negaranya dalam melaksanakan hal-hal tersebut di atas.

c.Sebagai program Pendidikan Studi Lanjutan dengan tugas membina perbekalan,kemampuan dan keterampilan untuk studi lanjutan bagi mereka yang mampu serta untuk belajar sepanjang hayat bagi mereka yang tidak melanjutkan studi.Dalam fungsi peran ini jelaslah diharapkan agar pendidikan pancasila di samping memuat hal ihwal keilmuan dan pengetuhan hendaknya juga membina berbagai kemampuan/keterampilan belajar


BAB II
PENUTUP


A.Kesimpulan

Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it works).

Rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.

Filsafat Pendidikan Pancasila adalah tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan dan fungsi dasar negara Pancasila sebagai sistem Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran memiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar pengamalan dan pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya ialah subjek manusia Indonesia seutuhnya terbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan Pancasila

B.Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.



DAFTAR PUSTAKA


http://kristianawidi.blogspot.co.id/2012/02/makalah-pragmatisme.html

http://belajarpai09.blogspot.co.id/2012/04/filsafat-pendidikan-rekonstruksionisme.html

http://kopite-geografi.blogspot.co.id/2013/05/filsafat-pendidikan-pancasila.html

Sub Koordinator MKDP. (2014). Landasan Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia




Tidak ada komentar:

Posting Komentar