Kamis, 13 Desember 2018

Makalah Landasan Pendidikan Tentang Landasan Pendidikan


MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Landasan Pendidikan
Dosen Pengampu: M. Syahrul Rizal, M.Pd &
Sumianto, M.Pd



Disusun Oleh:
                                                                       1.      Handika



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG
2017 

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur dengan hati dan pikiran yang tulus dipanjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat nikmat dan hidayah-Nya, makalah Landasan Pendidikan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih kepada Dosen Pembimbing M. Syahrul Rizal, M.Pd. dan Sumianto, M.Pd. yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, motivasi, dan berbagai kemudahan lainnya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan.
Disadari bahwa makalah ini banyak memiliki kekurangan atau kesalahan, baik dari segi isinya, bahasa, analisa dan lain sebagainya. Untuk itu saran, kritik, dan perbaikan yang membangun dari pembaca dengan senang hati penulis terima diiringi ucapan terima kasih.
Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

                                                                                         Bangkinang, September 2017


Penulis
     
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................         i
DAFTAR ISI .............................................................................................        ii

BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang ................................................................................        1
B.       Rumusan Masalah ...........................................................................        2
C.       Tujuan...............................................................................................        2
BAB II PEMBAHASAN
A.      EPISTIMOLOGI.............................................................................        3
B.       AKSIOLOGI...................................................................................        5
C.       ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN..............................................        8
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan .....................................................................................      17    
DAFTAR PUSTAKA

 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan upaya nyata untuk memfasilitasi individu lain, dalam mencapai kemandirian serta kematangan mentalnya. Pendidikan dapat diartikan pengaruh bimbingan dan arahan dari orang dewasa kepada orang lain, untuk menuju kearah kedewasaan, kemandirian serta kematangan mentalnya. Selain itu Pendidikan merupakan aktivitas untuk melayani orang lain dalam mengeksplorasi segenap potensi dirinya, sehingga terjadi proses perkembangan kemanusiaannya agar mampu berkompetisi di dalam lingkup kehidupannya.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir memiliki makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah mati, tidak memerlukan lagi suatu proses.




B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu epistimologi ?
2.      Apa itu aksiologi ?
3.      Apa saja aliran-aliran pendidikan ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu epistimologi.
2.      Untuk mengetahui apa itu aksiologi.
3.      Untuk mengetahui apa saja aliran-aliran pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    EPISTIMOLOGI
1.      Pengertian Epistimologi
Secara bahasa (etiologi) epistemologi ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu “episteme” dan “logos. Episteme berarti pengetahuan sedangkan logos berarti teori, uraian atau alasan. Jadi epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan (teori of knowledge). Sedangkan dalam segi  istilah epistemologi merupakan suatu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan.[1]
2.      Epitimologi dan Pendidikan
Epistemologi seperti halnya metafisika berada pada dasar pemikiran dan aktivitas manusia. Sistem-sistem pendidikan bersinggungan dengan pengetahuan dan karena itu epistemologi merupakan determinan utama paham-paham dan praktil-praktik kependidikan. Epistemologi memberi pengaruh langsung berkenaan dengan komunikasi pengetahuan dari satu orang ke orang lain juga akan berpengaruh terhadap metodologi pengajaran dan fungsi guru dalam konteks edukatif.[2] Secara tata bahasa, konsep epistemologi pendidikan disusun menurut kaidah subyek-obyek. Epistemologi sebagai subyek dan pendidikan sebagai obyek. Konsep epistemologi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha mencari tahu tentang asal-usul, jangkauan wilayah dan arah dari perkembangan ilmu pendidikan sebagai suatu obyek penelitian serta ditelaah secara sistematis, koheren dan konsisten dari awal sampai akhir.

3.      Dasar dan Tujuan Pendidikan Nasional
Epistemologi memandang pendidikan sebagai ide, gagasan, dan pemikiran yang berdasarkan kaidah tertentu secara metodologis dan sistematis. Semakin ketat satu sistem bahasan pendidikan dalam mematuhi persyaratan ilmiah maka ia menduduki peringkat tertinggi dalam sistem ilmu pendidikan. Bahasan seperti itu dapat disebut sebagai ilmu pendidikan. Apabila semakin toleran dan bebas satu sistem bahasan pendidikan dalam mematuhi persyaratan ilmiah maka ia menduduki peringkat terendah, bahasan seperti ini berhak disebut pengetahuan pendidikan. Pandangan ilmu pengetahuan mengenai pengertian pendidikan yaitu bahwa pengertian pendidikan bersifat terbatas. Pendidikan sebagai suatu sistem ilmu pengetahuan membentang luas ide, gagasan, dan pemikiran manusia. Akan tetapi, apabila kita kumpulkan dan ditarik sebuah pengertian umum maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada prinsipnya pendidikan adalah segala sesuatu yang mengalami proses perubahan kearah yang lebih baik dari proses sebelumnya.
Pendidikan Nasional menurut Sunarya (1969) adalah suatu sistem pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup dan tujuannya bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa tersebut. Sedangkam menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pengertian pendidikan nasional adalah suatu usaha untuk membimbing warga Indonesia menjadi manusia yang berjiwa pancasila, yang mempunyai kepribadian yang berdasarkan akan ketuhananan berkesadaran masyarakat dan mampu membudayakan lingkungan sekitar dengan sebaik mungkin.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan nasional mempunyai tujuan yanng jelas yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya (manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa), berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan ketrampilan, mempunyai kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab pada masyarakat dan negara. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional dilaksanakan proses pendidikan nasional, yaitu setiap lima tahun sekali biasanya ditetapkan tujuan pendidikan nasional itu dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dijelaskan dalam GBHN. Menurut Zahar Idris (1987) berpendapat bahwa Pendidikan nasional sebagai suatu sistem adalah karya manusia yang terdiri dari komponen-komponen yan mepunyai hubungan fungsionl dlam rangka membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku seseoang sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum dalam Undang Undang Dasar Republik ndonesia Tahun 1945.
B.     AKSIOLOGI
1.      Pengertian Aksiologi
Pengertian aksiologi menurut bahasa berasal dari bahasa yunani “axios”yang berarti bermanfaat dan “logos” berarti ilmu pengetahuan atau ajaran (Salim, 1986:53). Secara istilah, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan (Katts off, 1992:327). Sedangkan Sarwan (1984:22) menyatakan bahwa aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai (kebaikan, keindahan, dan kebenaran). Dengan demikian aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi dari nilai-nilai etika dan estetika.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian :
Ø  Moral conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
Ø  Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan.
Ø  Socio-politcal life, yaitu kehidupan sosial politik. Bidang ini melahirkan filsafat sosial politik.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu:
·         Nilai sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
·         Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk sesuatu yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan sesuatu yang tidak dianggap baik atau bernilai.
·         Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Keterlibatan antara aksiologi dengan pendidikan adalah bagaimana caranya kita menguji dan menggabungkan nilai tersebut kedalam kehidupan kita sehari-hari dan menanamkannya ke dalam tubuh seseorang. Menjelaskan mengenai pemahaman mana yang baik dan mana yang buruk pun kepada seseorang merupakan tugas pendidikan. Pendidikan harus menjelaskan secara komperehensif dalam arti dilihat dari segi etika, estetika, dan nilai sosial. Dalam masyarakat, nilai-nilai tersebut tergabung dan saling berinteraksi.
2.      Aksiologi Dalam Pendidikan
Telah dijelaskan bahwa aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan atau studi tentang hakikat tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai. Penerapan aksiologi sebagai nilai-nilai dalam dunia pendidikan dapat dikemukakan sebagai berikut :
Ø  Aliran filsafat progressivisme
Aliran ini telah memberikan sumbangan yang besar terhadap dunia pendidikan karena meletakkan dasar-dasar kemerdekaan, dan kebebasan kepada anak didik, (Hamdani, 1993:146).
Ø  Aliran essensialisme
Aliran ini berpandangan bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai budaya yang telah ada sejak awal peradaban manusia.  Essensialisme memandang bahwa seorang pembelajar memulai proses pendidikannya dengan memahami dirinya sendiri. Kemudian bergerak keluar untuk memahami dunia objektif.
Ø  Aliran perenialisme
Aliran ini berpandangan bahwa pendidikan sangat dipengaruhi oleh pandangan tokoh-tokoh seperti Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Menurut Plato manusia secara kodrati memiliki tiga potensi yaitu nafsu, kemauan, dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat dapat terpenuhi. Sedangkan Aristoteles lebih menekankan pada dunia kenyataan. Tujuan pendidikan adalah kebahagiaan untuk mencapai tujuan itu, maka aspek jasmani, emosi dan intelektual harus dikembangkan secara seimbang.
Menurut Robert Hutchkins dalam (Jalaluddin, 1997:96) bahwa manusia adalah animal rasionale, maka tujuan pendidikan adalah mengembangkan akal budi agar seseorang dapat hidup penuh kebijaksanaan demi kebikan hidup itu sendiri.
Ø  Aliran rekonstruksionisme
Aliran ingin merombak kebudayaan lama dan membangun kebudayaan baru melalui lembaga dan proses pendidikan.
C.     ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
1.      Pengertian Aliran-aliran Pendidikan
Aliran-aliran pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa pembaharuan dalam dunia pendidikan. Pemikiran tersebut berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan, yakni pemikiran-pemikirn terdahulu selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir berikutnya, sehingga timbul pemikiran yang baru, dan demikian seterusnya. Agar diskusi berkepanjangan itu dapat dipahami, perlu aspek dari aliran-alira itu yang harus dipahami. Oleh karena itu setiap calon tenaga kependidikan harus memahami berbagai jenis aturan-aturan pendidikan.
2.      Macam-macam Aliran Pendidikan
a)        Aliran-aliran klasik dalam pendidikan
·      Aliran empirisme
Kata empirisme berasal dari bahasa latin empericus yang memiliki arti pengalaman (Idris, 1987: 30). Kemudian, John Lock seorang filsuf dari Inggris (Purwanto, 2000: 16) berpandangan bahwa empirisme, adalah aliran atau paham yang berpendapat bahwa segala kecakapan dan pengetahuan manusia itu timbul dari pengalaman (empiri) yang masuk melalui indra. Selain itu, dalam bukunya yang berjudul Essay Concerning Human Understanding, ia mengatakan bahwa tak ada sesuatu dalam jiwa, yang sebelumnya tak ada dalam indera. Dengan kata lain: Tak ada sesuatu dalam jiwa, tanpa melalui indra (Soejono, 1987: 19). Pendapat ini sebetulnya telah jauh dikemukakan oleh Plato (Husaini et. al., 2013: 4) yang menyatakan bahwa ada dua cara untuk mengajarkan atau mengenalkan pengetahuan. Pertama adalah pengenalan indrawi (empiris) dan yang kedua adalah pengenalan melalui akal (rasional).
Selain pendapatnya di atas, John Lock (Purwanto, 2000: 16) sebagai tokoh utama dari aliran ini, mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat diumpamakan seperti kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, atau lebih dikenal dengan istilah teori tabulara (a sheet of white paper avoid of all characters). Menurut aliran ini anak-anak yang lahir ke dunia tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa seperti kertas putih yang polos. Oleh karena itu anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang memberikan warna pendidikannya.

·         Aliran nativisme
Kata nativisme berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti terlahir (Idris, 1987: 31). Dalam wikipedia bahasa Indonesia (wikipedia.org), dijelaskan bahwa nativisme adalah aliran pendidikan yang berpandangan bahwa keterampilan-keterampilan atau kemampuan-kemampuan tertentu bersifat alamiah atau sudah tertanam dalam otak sejak lahir. Arthur Schopenhauer (Blog Swandika 2011) beranggapan bahwa faktor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam sekitar ataupun pendidikan. Dengan tegas Arthur Schaupenhaur (Blog Swandika 2011) menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik.
Jadi, menurut aliran ini, pengetahuan seseorang sepenuhnya dipengaruhi oleh pembawaan lahir dan gen yang diturunkan oleh kedua orang tua. Pendidikan yang diberikan haruslah disesuaikan dengan bakat dan pembawaan anak didik itu sendiri. Teori ini percaya bahwa lingkungan pendidikan maupun lingkungan sekitar yang telah direkayasa oleh orang dewasa tidak akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang pengetahuan manusia. Dengan kata lain aliran ini menekankan bahwa pemerolehan pengetahuan manusia hanya berasal dari dalam (internal).
·         Aliran konvergensi
Konvergensi berasal dari bahasa Inggris dari kata convergenry, artinya pertemuan pada satu titik. Zahara Idris (1987:33) mengatakan bahwa aliran ini mempertemukan atau mengawinkan dua aliran yang berlawanan di atas antara nativisme dan empirisme. Perkembangan seseorang tergantung kepada pembawaan dan lingkungannya. Dengan kata lain pembawaan dan lingkungan mempengaruhi perkembangan seseorang. Pembawaan seseorang baru berkembang karena pengaruh lingkungan. Hendaknya pendidik dapat menciptakan lingkungan yang tepat dan cukup kaya atau beraneka ragam, agar pembawaan dapat berkembang semaksimal mungkin.
Menurut William Stern (Purwanto, 2000:60) ahli ilmu jiwa sekaligus pelopor aliran konvergensi berbangsa Jerman ini mengatakan bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia. Akan tetapi, Ngalim Purwanto mengatakan dalam bukunya tentang pendapat W.Stern itu belum selesai. Dalam aliran ini terdapat dua aliran, yaitu aliran yang dalam hukum konvergensi ini lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan daripada pengaruh lingkungan, dan di pihak lain mereka yang lebih menekankan pengaruh lingkungan atau pendidikan, sehingga belum tepat kiranya hal itu diperuntukkan bagi perkembangan manusia.
·         Aliran naturalisme
Aliran ini mempunyai kesamaan dengan teori nativisme bahkan kadang-kadang disamakan. Padahal mempunyai perbedaan-perbedaan tertentu. Ajaran dalam teori ini mengatakan bahwa anak sejak lahir sudah memiliki pembawaan sendiri-sendiri baik bakat minat, kemampuan, sifat, watak dan pembawaan-pembawaan lainya. Pembawaan akan berkembang sesuai dengan lingkungan alami, bukan lingkungna yang dibuat-buat. Dengan kata lain jika pendidikan diartikan sebagai usahan sadar untuk mempengaruhi perkembangan anak seperti mengarahkan, mempengaruhi, menyiapkan, menghasilkan apalagi menjadikan anak kea rah tertentu, maka usaha tersebut hanyalah berpengaruh jelek terhadapperkembangan anak. Tetapi jika pendidikan diartikan membiarkan anak berkembang sesuai dengan pembawaan dengan lingkungan yang tidak dibuat-buat (alami) makan pendidikan yang dimaksud terakhir ini betrpengaruh positif terhadap perkembangan anak.
b)      Aliran pendidikan modern di Indonesia
Menurut Mudyahardjo (2001: 142) macam-macam aliran pendidikan modern di Indonesia adalah sebagai berikut:
·         Progresivisme
Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered). Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Kurikulum pendidikan Progresivisme adalah kurikulum yang berisi pengalaman-pengalaman atau kegiatan-kegiatan belajar yang diminati oleh setiap peserta didik (experience curriculum). Metode yang digunakan yaitu : metode belajar aktif, metode memonitor kegiatan belajar, dan metode penelitian ilmiah.
·         Esensialisme
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes gerakan progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial. Menurut esensialisme nilai-nilai yang tertanam dalam nilai budaya/sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun dan di dalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu. Tujuan pendidikan dari aliran ini adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adlah berharga untuk diketahui oleh semua orang. Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran akademik yang pokok. Kurikulum sekolah dasar ditekankan pada pengembangan ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika.Sedangkan kurikulum pada sekolah menengah menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran matematika, ilmu kealaman, serta bahasa dan sastra. Metode yang digunakan yaitu : pendidikan berpusat pada guru (teacher centered), peserta didik dipaksa untuk belajar, dan latihan mental.
·         Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi tempat utama berlangsungnya pendidikan haruslah merupakan gambaran kecil dari kehidupan sosial di masyarakat. Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Kurikulum dalam pendidikan rekonstruksionalisme berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia. Yng termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri, dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah.
·         Perennialisme
Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut. Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut perennialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi dengan berpikir, maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami faktor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya. Tujuan pendidikan yaitu diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, telah banyak memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu. Kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan cenderung menitikberatkan pada sastra, matematika, bahasa dan sejarah.
·         Idealisme
Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari. Tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.



















BAB III
PENUTUP 

A.    Kesimpulan
Epistimologi merupakan suatu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan. Secara tata bahasa, konsep epistimologi pendidikan disusun menurut kaidah sunyek-obyek. Berdasarkan UU Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Pendidikan nasional mempunyai tujuan yang jelas yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembang manusia seutuhnya (manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah), berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan keterampilan, mempunyai kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab pada masyarakat dan negara.
Aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Penerapan aksiologi sebagai nilai-nilai dalam dunia pendidikan dapat dikemukakan yaitu : aliran filsafat progressivisme, aliran essensialisme, aliran perenialisme, aliran rekonstruksionisme.
Aliran-aliran pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa pembaharuan dalam dunia pendidikan. Macam-macam aliran pendidikan dibagi atas 2 macam yaitu : aliran klasik dan aliran modern. Aliran klasik diantaranya : aliran empirisme, aliran nativisme, aliran konvergensi, aliran naturalisme. Aliran modern diantaranya : progresivisme, essensialisme, rekonsstruksionalisme, perennialisme, idealisme.


DAFTAR PUSTAKA

Khobir, Abdul. 2007. Filsafat Pendidikan Islam Landasan Teoritis dan Praktis. Yogyakarta: Gama Media Offset.

R. Knight, George. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Gama Media.


[1] Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam Landasan Teoritis dan Praktis, (Yogyakarta: Gama Media Offset, 2007), h. 25-26
[2]  George R. Khight, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Gama Media, 2007), h. 44-45


Tidak ada komentar:

Posting Komentar